Sunday, October 3, 2010
Hujan (Bagian Kedua)
19:43 WIB
Tuesday, July 27th ‘10th
Ribuan butiran bening itu meledak di wajahku. Langsung kuturunkan pandanganku yang semula ke atas sekarang ke depan, karena tak tahan dengan ledakan-ledakan memenuhi permukaan kulit wajahku, membawa kebekuan yang teramat sangat. Namanya Hujan. Umurnya kira-kira setua alam semesta. Alamatnya di atas. Hobinya menolong orang walau pada awalnya membuat orang menggigil.
Kini dia tak sendirian. Dia membawa teman seperjuangannya yang suka berkeliling dunia. Menerjang segala yang bisa diterjang. Melewati pori-pori kecil, menembus tanpa kasat mata. Benar-benar kompak kerja sama mereka. Mereka mempermainkanku. Hujan dan Angin. Aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi selain dingin dan menggigil. Sesekali aku mengeluarkan kata “Hatsyi!!”. Setelah itu, pasti mengusap hidung. Pertanda tetesan air itu telah mengeksplor kulitku. Selalu ada yang lebih deras di bawah atap rumah. Tanpa disadari, aku tertarik pada mereka. Sekarang, kami bermain bersama. Tapi, sang hujan benar-benar kasar. Aku sampai kehabisan napas dibuatnya. Akhirnya aku menghindar dari hujan yang beraliran deras. Uuuhh… Kini sang angin yang berulah. Dia menerpa seluruh tubuhku. Menggelitik tapi tidak geli. Hanya, aku menimatinya.
Sampai akhirnya, keadaan semakin buruk. Pepohonan seakan menjerit. Mereka terdorong ke arah Timur, terlihat dari rambut mereka yang mengurai diterbangkan oleh jahatnya Angin. Mereka semakin ketakutan ketika suara sang guntur memecahkan kesenangan kami. Hal itu membuatku sadar akan pentingnya rumah. Segera kuraih handuk merah yang sudah sejak tadi menungguku. Kututupi tubuhku yang sebelumnya telanjang dada setelah kusadari bahwa aku sudah disentuh oleh sampo dan sabun. Sudah cukup, pikirku!
Arema : Intinya_aku_lagi_mandi_ujan…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment