Monday, September 27, 2010

Menjelang Isra’ Mi’raj


23:48 WIB
Friday, July 9th ‘10th


Beberapa hari terakhir ini aku terus diserang rasa lelah. Hingga sudah dua malam ini aku mendadak pusing. Entah karena terlalu banyak minum es atau karena terlalu lelah bekerja. Atau karena banyak minum es setelah lelah bekerja? Padahal aku baru saja lepas dari sakit yang kemarin itu lho. Dasar sial! Tapi ini demi kesuksesan acara besok. Isra’ Mi’raj yang sudah kami pikirkan jauh-jauh hari sebelumnya. Kau tau? Menjelang Isra’, banyak inovasi baru yang mulai tercium di sekelilingku. Seperti kami yang nekad menimbun lubang-lubang di jalan yang aspalannya sudah tak layak pajang (dalam hal ini kami meletakkan kotak infaq yang hasilnya kami gunakan untuk biaya Isra’), aku yang mulai terikut ganjennya teman-teman remaja priaku yang suka menggodai para gadis yang lewat di jalanan, atau bahkan sesuatu yang satu ini.
Kau tau? Sampai saat ini aku dan Bang Lamsar (pria dengan mulut dewa itu) belum saling bicara. Mungkin sudah hampir tiga hari kami putus komunikasi. Jangan salahkan amarahku yang tak tertahankan akibat ulah sikapnya yang tidak bisa menghargai hasil kerja orang. Mulutnya itu lho! Begini ceritanya
Beberapa hari lalu kami diperintahkan untuk membuat proposal dan surat undangan Isra’ Mi’raj. Kami adalah aku (ketua), Linda (sekretaris), dan Fitriana (Wakil Sekretaris). Akhirnya, aku rela mengerjakannya walaupun saat itu aku sedang kelelahan karena baru selesai memperbaiki jalan rusak. Itu semua kulakukan karena tanggungjawabku sebagai ketua. Kuakui sulit mengerjakannya, walaupun tidak terlalu. Belum lagi soal tempat pengetikannya yang butuh waktu kurang lebih 30 menit untuk kesana. Juga soal lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Aku korbankan jam untuk mengistirahatkan badanku yang sedang kelelahan. Linda mengorbankan kesempatannya untuk menghadiri undangan saudaranya di Rantau Prapat. Fitriana mengorbankan sesuatu yang kurang ku tau (mungkin bensin). Tapi, apa hasil kerja keras yang penuh pengorbanan itu di mata mereka? (mereka adalah Pembina Perisai, Bang Shu dan Bang Lam). Pengorbanan itu dianggap seperti sampah cecunguk yang tak pernah mereka hiraukan. Segumpal komentar-komentar yang membuat hati sakitlah yang dihadiahkan kepada kami. Terutama kata-kata khas Bang Lam yang tak henti menyayat aku dan Linda. Kata terima kasihlah yang kami harap keluar dari mulut mereka, bukan komentar yang aneh-aneh. Akhirnya, aku dan Linda berhenti bicara dengan mereka. Tidak tau kenapa dengan Fitriana yang masih betah diperintah oleh mereka. Kami putuskan connection dengan mereka. Kami tidak akan pernah mau lagi diperintah oleh orang-orang bermulut busuk seperti mereka. Kami tak mau peduli lagi tentang tanggungjawab. Aku bahkan mengatakan bahwa aku melepas title ketua dari namaku. Aku hanya mau menjadi anggota kalau seperti itu caranya. Sampai akhirnya Bang Shu minta maaf. Tapi itu tidak merubah pendirianku yang trauma dengan kata ketua. Kami pun sudah mulai bicara dengan Bang Shu, walau tidak seakrab dulu. Sekarang, dia jadi begitu takut menyinggung perasaanku. Yah, itu wajar. Karena baru kali ini dia melihat gaya marahku yang seperti cewek tapi keras di hati. Tapi, tidak untuk Bang Lam. Pria egois itu belum berani bicara padaku, padahal dulu akrabnya bukan main. Aku yang selalu jadi bahan leluconnya kini sudah menjadi beruang yang buas. Dan dia takut bermain-main denganku. Ya, kita lihat saja sampai kapan dia bertahan tanpa mengucapkan kata maaf kepada Arief El-Mayor…

Arema : Huahahahaha…..(tertawa bangga)

No comments:

Post a Comment