Sunday, October 3, 2010
ORDIK
20:11 WIB
Sunday, September 26th ‘10th
Hari Pertama
Masih belum menemukan arti kesenangan dari OrDik. Karena dari dulu hal-hal seperti OrDik inilah yang paling tidak kusukai setiap naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Aku tidak tau jelas apa alasannya. Mungkin karena para senior pasti akan berlagak sok jadi penguasa disana. Dan itu benar! Mereka benar-benar pengatur yang menyebalkan! Namun tak akan ada yang berani melanggar aturan mereka. Ya, semua orang benci hukuman. Terutama hukuman dari orang-orang seperti mereka.
Selain itu, aku juga bukan tipe orang yang bisa cepat mendapatkan teman baru. Mungkin alasan itulah yang membuatku jadi terlalu berat jika kehilangan seorang teman. Sudah kubilang kan, aku ini tipe orang yang sangat sulit berkata “Hai!” pada orang asing. Jadi, ya, seperti itulah…
Hari Kedua
Mulai sedikit mendapatkannya. Kesenangan yang aku maksud. Mungkin masih minim, tapi sudah bisa kucium aromanya. Aku bergabung di kelompok C-2. Tapi, keadaan jadi lebih menegangkan dari hari pertama. Alasannya karena hari ini ada yang berulang tahun. Jadi, semua senior memasang acting yang tak kesampaian di layar lebar. Mencoba menyamar menjadi sosok emosional, temperamental, dan norak menurutku tanpa alasan yang jelas. Bagus benar topeng yang mereka pakai di wajah mereka. Benar-benar seperti iblis yang baru keluar dari neraka. Kelihatannya mereka merasa menang ketika berhasil membuat seorang calon mahasisiwi menangis. Aneh memang! Tapi, aku tak bisa ganggu kesenangan mereka. Ada juga kakak senior yang sempat membuat aku merinding dengan kata-katanya. Sejak dia berkata bahwa kami bukan sampah dan kami adalah emas, aku mulai mengaguminya. Namanya Kelis. Entah apa agamanya, yang kutau hanya bahwa dia mahasiswa Fakultas Ekonomi. Gaya bicaranya juga berwibawa, makanya aku kagum padanya.
Hari Ketiga
Ini baru namanya menyenangkan. Tidak kusangka aku jadi menyukai yang namanya OrDik. Sungguh tak menyangka! Hari ini seluruh grup C memasuki session Outbond. Jika dua hari sebelumnya kami terus menghabiskan waktu di dalam ruangan, hari ini kami keluar ke lapangan. Aku masuk dalam kelompok besar bernama Hukum. Lalu kami dibagi menjadi 5 kelompok kecil dan disuruh menentukan sendiri nama kelompok kami, serta menciptakan yel-yel kami sendiri. Nama kelompok yang kumasuki adalah Internet. Kelompoknya sedikit berantakan kupikir. Ketuanya juga lucu sekali. Rada-rada tulalit gimana gitu. Untung saja wajahnya lumayan, jadi seburuk apa pun dia, tetap saja masih punya kelebihan yang bisa dibanggakan. Hush! Jangan suka nyeritain orang! Aku sendiri masih terlalu kaku untuk ambil bagian dalam kegiatan kelompok. Tapi sungguh! Yang paling menyenangkan adalah games-nya. OrDik kali ini benar-benar fullgames. Mulai dari permainan bernama Keong Racun sampai Blind Ball. Ah, pokoknya walaupun lelah dan suara nyaris hilang gara-gara berteriak-teriak ketika permainan Blind Ball, aku sungguh puas dengan kesenangan yang kudapat. (mudah sekali kau dipuaskan).
Hari Keempat,
Puncak kesenangan ada disini. Karena aku sudah mulai mencuri perhatian teman-teman sekelompokku. Tau apa artinya? Aku mulai sedikit terkenal. Tujuan utamaku jika aku menemukan habitat baru adalah ketenaran dan kepopuleran. Aku ingin dikenal oleh semua orang. Aku ingin mereka menyapaku ketika kami berpapasan. Terlalu narcis memang, tapi aku suka. Awalnya karena hukuman dari senior. Disuruh menyanyikan lagu Keong Racun dengan gaya centil. Dasar kakak yang aneh! Tapi, mereka bertiga adalah kakak-kakak paling menyenangkan yang pernah menjadi pembimbingku di OrDik. Bukan sok kejam seperti yang lainnya. Hari ini aku juga mulai mendapatkan banyak teman baru. Makanya aku senang sekali. Hahaha… seperti biasa. Lebih akrab dengan perempuan.
Arema : Nggak_selamanya_yang_bakal_terjadi_itu_seburuk_yang_kita_bayangkan!
Satu Lagi yang Pergi
20:20 WIB
Sunday, September 19th ‘10th
Minal Aidzin Walfa Idzin, mohon maaf lahir dan batin. Memang kata itulah yang seharusnya kuucapkan sebelum memulai pembicaraan kita hari ini. Maaf kalau terlambat 9 hari mengucapkannya. Karena sejak hari pertama Idul Fitri sampai kemarin aku selalu penuh agenda. Hehehe, bukan sok sibuk lho…
Sejak saat itu sampai sekarang banyak sekali hal-hal menyenangkan yang aku alami. Tapi ada juga hal menyebalkan yang entah kenapa tak bisa tinggal diam melihat kesenanganku. Seperti kemarin aku sempat bermasalah dengan orangtua, sampai-sampai berhenti komunikasi selama dua hari. Berat juga sih, tapi syukur semuanya telah berakhir.
Tapi, bukan semua hal di atas yang akan menjadi pokok bahasan kita kali ini. (Apa? Itu hanya kata pembuka?). Hari ini, dewa perpisahan kembali menuliskan takdir yang paling tidak kusukai sejak pertama kali aku mengenal arti ikatan. Satu lagi temanku pergi. Memang sih, dia masih berada di kota ini, tapi kami tidak akan bertemu selama 6 bulan terakhir. Bahkan komunikasi pun harus terputus karena benda elektronik bernama handphone adalah larangan besar baginya dalam 6 bulan ini. Namanya Putra. Entahlah! Aku tidak ingat. Tapi sepertinya aku memang belum pernah menceritakannya. Rumahnya hanya beberapa langkah jika lewat belakang rumahku. Aku memang belum begitu lama akrab dengannya, walaupun sudah cukup lama aku berteman dengannya (sejak Perisai dibuka). Mulai akrab dengannya? Mungkin sejak aku bermasalah dengan Bang Lam dan Bang Shu. Sejak saat itu kami selalu kumpul bersama. Entah itu sekedar ngobrol sambil bercanda, jalan-jalan, makan di warung, atau hal-hal lain yang belum terucapkan. Benar! Pengertian kumpul bersama berarti bukan cuma kami berdua. Banyak juga teman yang lain, sekitar 4 lagi yang sering bergabung dengan kami. Tapi mereka masih lebih muda dari kami, masih duduk di bangku SMP. Bisa dibilang, kami berdualah yang paling tua. Aku bahagia sekali berteman dengan mereka. Bahkan sama bahagianya dengan ketika aku berteman dengan penghuni XII IPA 1 di MAN Kisaran. Walaupun kedua kelompok itu benar-benar bertolak belakang sih. Jika XII IPA 1 adalah kelompok religius, mereka malah sebaliknya yang bisa dibilang kelompok berandal. Tapi tetap saja aku menganggap mereka The Best.
Oh, iya. Aku belum memberitaumu apa sebenarnya penyebab Putra pergi kan? Putra kuliah di Akper Yagma Kisaran. Dan selama enam bulan ini dia harus tetap berada di asrama sebagai calon mahasiswa Yagma. Selama masa pelatihan itu berarti komunikasi kepada siapapun selain yang ada di Yagma itu sendiri harus terputus. “Dilarang membawa Handphone” itu tandanya. Aku juga khawatir. Bukan karena dia anak IPS yang memilih jalur yang berbeda dengan menjadi perawat, tapi apa mungkin dia bisa bertahan selama enam bulan tanpa handphone? Aku kenal pria penggila SMS itu. Bahkan sewaktu di mesjid pun tangannya sempat mengetik tombol-tombol angka dan huruf di handphonenya. Fufufu… Semoga tahan di sana ya, Put…
Tau yang membuatku terkesima? Tadi pagi sebelum berangkat, Putra datanag ke rumahku. Ya, dia berpamitan padaku. Setelah mengucapkan “assalamu’alaikum” dan bilang “aku pigi ya bro”, dia langsung merangkulku yang saat itu sedang terduduk memangku adikku. Aku terkejut walaupun hanya sejenak. Aku lihat matanya berbinar. Aku tau dia sedang dalam keadaan yang tak pernah kubayangkan. Aku yakin dia menangis. Dengan hidung merah seperti badut tanpa kostum dia keluar dan menaiki sepeda motornya entah kemana. Sepertinya akan berpamitan dengan yang lain. Aku tak pernah menyangka pria seperti dia memaknai sebuah ikatan hampir sama seperti aku memaknainya. Aku tak mengira ternyata cerita bahwa dia menangis di dalam bus sewaktu mengikuti seleksi masuk TNI itu bisa kupercaya sekarang. Aku kira hanya aku yang memaknai persahabatan sampai seperti itu. Sekarang, aku jadi bertambah sedih berpisah dengannya. 6 bulan tanpa guyonnya? 6 bulan tanpa leluconnya? Dan 6 bulan tanpa berkumpul bersamanya? Apa aku sanggup? Belum lagi saat menyaksikan kesedihan adiknya yang jadi kehilangan teman sekamar. Hebat keakraban abang beradik ini, kupikir. Rasanya takdir terlalu kejam memisahkan mereka.
Ya, inilah perpisahan. Monster paling dibenci oleh hampir semua orang, tapi tak pernah malu untuk muncul berkali-kali. Perpisahan memang kejam, sakit, dan mengharukan, tapi tetap saja tidak akan ada kehidupan tanpa perpisahan. Sekarang benar-benar kusadari bahwa setiap hal menyenangkan dalam hidupku tidak pernah berlangsung lama. Ya, baru ramadhan kemarin kurasakan indahnya bergaul dengan mereka, kami malah terpisah di bulan syawal. Ah, sudahlah! Kita hanya bisa pasrah pada nasib.
Hah? Pesan untuk Putra? Apa ya? Mungkin…
“Put, hati-hati disana ya! Jangan terlalu sering bercanda disana. Ini mungkin akan sulit karena kau anak IPS yang asing dengan Biologi atau Kimia. Tapi kau tak boleh menyerah! Selalu ada jalan untuk orang yang mau berusaha. Soal yang disini, jangan terlalu dipikirkan. Kau hanya perlu mengingat kami, tidak lebih! Karena aku akan berusaha menggantikanmu. Walau aku tak sehebat kau, tapi aku akan tetap jadi teman adikmu, Edi, Nuri, Rudi, dan semua temanmu yang kukenal. Mungkin aku akan kesusahan menghadapi kepolosan, kenakalan, keanehan, dan kelucuan mereka. Aku akan mengawasi perkembangan anak-anak itu dalam enam bulan terakhir. Mengawasi kenakalan Nuri yang masih terlalu polos, mengamati perkembangan tubuh Edi yang semakin lama semakin melebar, memedomani Rudi yang baru saja dapat pacar, dan menemani Bagus-adikmu yang kesepian. Kalau kukatakan, aku benar-benar sedih berpisah denganmu yang begitu aneh dan lucu. Mungkin lebih sedih dari Disty yang sekarang menjadi pacar berhargamu. Karena sejak kau berpamitan denganku sampai sekarang, aku selalu memikirkanmu sebagai seorang sahabat yang merindukan sahabatnya yang jauh. Jangan menangis terlalu dramatis! Karena aku akan meneteskan airmata karena tertawa begitu heran membayangkanmu yang begitu gila. Dan satu hal terpenting, jangan berubah saat kau kembali! Segera temui semua temanmu disini ketika kau sudah menapakkan kakimu di Binjai Manis.”
By : Teman yang menganggapmu sebagai sahabat yang istimewa, Arief…
Mungkin itu saja. Terlalu panjang ya? Aku cuma mau balas dendam karena sudah lama tidak menuliskan kisahku. Hahaha…
Arema : Semoga_gak_ada_lagi_yang_pergi_setelah_ini…
Anak-anak
03:57 WIB
Monday, September 6th ‘10th
Sejak Ramadhan datang hingga menginjak usia ke-27 sekarang ini, suara letusan petasan yang mengejutkan dan membuyarkan ketenangan terdengar hampir di seluruh antero Binjai Manis. Ya, anak-anak itu yang memainkannya. Heran juga sih! Permainan berbahaya seperti itu justru menimbulkan kegirangan pada diri mereka. Selalu ada tawa riang atau sekedar senyuman tipis di bibir setelah suara ledakan yang menggelegar. Tidak peduli siang atau malam, selalu ada saja yang memainkan petasan atau kembang api. Tidak peduli dengan bahaya yang bisa mengancam mereka, seperti percikan apinya atau wajah mereka akan terluka ketika tanpa sengaja benda-benda terlarang itu meledak di wajahnya. Juga tidak peduli apakah ada yang terganggu dengan suara bisingnya. Ya, itulah anak-anak.
Sampai disini, jadi ingin kembali menyusut, menjelma menjadi salah satu dari mereka. Bisa tertawa sepuasnya, bermain dengan asyiknya, bercanda, bertengkar, merengek, dan seabrek kesenangan lainnya. Benar! Mereka melakukan itu semua tanpa ditindih oleh beban-beban hidup. Mereka tidak perlu mengkhawatirkan salah atau tidaknya perbuatan mereka. Karena toh akhirnya, orangtualah yang harus bertanggungjawab jika yang mereka lakukan adalah salah. Tidak peduli orang berkata apa, yang penting mereka ada bersama kesenangan.
Tapi, aku sedang berdiri di hadapan sang kenyataan. Mau tidak mau, aku harus menjalani fase-fase ini. Tidak bisa hanya sebatas numpang lewat saja. Janin-bayi-anak2-remaja-dewasa-tua. Sekarang aku adalah remaja yang sedang menuju kedewasaan. Bermain adalah kata yang tidak cocok denganku. Kesenangan adalah hal yang sulit kudapatkan sekarang. Padahal, belum sepenuhnya kurasakan nikmatnya menjadi anak-anak. Karena yang kulakukan di waktu kecil adalah hal-hal yang membuatku jadi seperti ini sekarang. Makanya aku benci membicarakan masa lalu. Aku lebih suka membicarakan tentang masa depan. Karena disanalah harapanku bertumpu.
Nikmatilah masa indah kalian, anak-anak! Semoga nasib kalian di masa depan jauh lebih baik daripada aku.
Arema : Semoga…
Perubahan
04:07 WIB
Sunday, August 22nd ‘10th
Sunnah sahur baru selesai kulaksanakan. Ramadhan 1431 H sudah menginjak usia ke-13. Langsung masuk kamar, ambil pena, dan menemui Barn. Itu yang kulakukan. Bukannya segera mandi dan bersiap-siap untuk melaksanakan sholat Subuh. Ya, disinilah aku. Menunggu sampai semua kesempatan untuk jadi lebih baik hilang. Entah apa yang ada di pikiranku. Setiap kali aku berusaha menjangkau peluang yang bisa membawaku pada suatu perubahan, selalu saja ada yang menghalang-halangi. Anehnya, hanya pria jahat bernama nafsu yang selalu jadi penghalang. (lho, dia Pria?).
Perubahan adalah hal yang sulit sekali untuk kucapai. Meski acap kali aku mengatakannya, dia masih saja enggan menemuiku. Semuanya jadi tampak begitu pekat gulita. Perangkap tak nyata ini terus mengurungku. Seperti menggembok agar aku tak pernah keluar dari sana.
Dimana perubahan itu? Aku ingin menemukannya walau hanya sekeping. Apa ini karena perkataanku dulu yang mengatakan bahwa aku tak suka dengan perubahan? Benarkah perubahan bukanlah teman baikku? Siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini? Aku? Atau, mulutku? Yang jelas, aku menyesal mengatakannya. Karena sekarang aku membutuhkannya. Perubahan adalah kunci yang akan membuka gembok perangkap ini. Tolonglah aku, perubahan! Muncullah di hadapanku! Kumohon…
Arema : Aku_ingin_berubah!!!
Merdeka
22:50 WIB
Tuesday, August 17th ‘10th
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Itulah yang seharusnya kuucapkan hari ini. Karena ini adalah Hari Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. “Dirgahayu RI ke-65”. Tapi aku belum bisa mengucapkannya, karena nyatanya aku masih belum merdeka. Aku belum merasakan makna kemerdekaan yang sebenarnya. Aku masih saja dijajah oleh perasaan aneh yang berkecamuk. Aku tetap didera oleh kekerasan hati yang tak kunjung membaik. Aku ingin memerdekakan diriku. Aku ingin menangkap dan memenjarakan puaka yang senantiasa menggodaku. Aku tidak ingin tertembak mati atau terjebak dalam perangkap mereka. Aku harus melawannya. Rasa yang terus menggerogoti batinku hingga aku kopong melompong tanpa segala isi. Bangkitlah semangat perjuanganku! Bangkitlah untuk merdeka! Merdeka!!!
Arema : Merdeka!!!
Ramadhan
21:51 WIB
Thursday, August 12th ‘10th
Marhaban Ya Ramadhan… Banyak yang mengucapkan kalimat itu tiga hari yang lalu. Tidak salah lagi, itu adalah kalimat khas untuk menyambut bulan tersuci dalam tahun Hijriah ini. Ramadhan yang sangat istimewa. Sekian banyak ayat Al-qur’an dan Hadits yang menjelaskan keistimewaan itu. Tidak salah jika bulan ini dikenal dengan Bulan Penuh Berkah. Karena pintu ampunan akan dibuka lebih lebar di bulan ini. Karena pahala akan dilipatgandakan oleh Allah. Karena malaikat juga turut berdo’a untuk manusia yang beramal di bulan ini. Dan karena ada malam yang sangat istimewa yang tersembunyi dibalik bulan ini, Lailatul Qadar.
Hari ini sudah menginjak hari kedua di bulan ramadhan, dan malam ketiga jika dihitung dari awal sholat Tarawih. Manusia benar-benar berubah sekarang ini. Mesjid yang di bulan lainnya tidak pernah terlihat ramai, sekarang malah kelebihan muatan, sehingga banyak makmum wanita yang terpaksa sholat di teras mesjid. Aku bahkan sempat melihat orang yang kerjaannya hanya berjudi dan mabuk, sekarang malah jadi sering ke mesjid. Tapi bersyukurlah orang seperti itu. Setidaknya Allah masih membukakan pintu hatinya walau hanya sebatas usia Ramadhan. Karena ada juga orang yang masih tetap menjalankan maksiatnya di bulan yang terbilang suci ini. Aku tidak menyesal menyebut bulan ini istimewa. Karena dia sudah membuktikannya. Manusia berbondong-bondong untuk beramal di bulan ini. Mendirikan sholat sunnah dan menahan segala nafsu adalah hal yang nyaris tidak pernah mereka lakukan di bulan lain. Berinfaq juga sekarang menjadi hiasan hidup mereka. Bulan ini memang menakjubkan.
Tapi terkadang aku heran. Manusi lebih suka melakukan ibadah sunnah dibandingkan ibadah fardhu. Maksudku, terkadang ada orang yang setiap malam di bulan Ramadhan tidak pernah tinggal melaksanakan sholat tarawih, sementara sholat 5 waktu nyaris terlupakan. Kalau begitu, bukankah sia-sia saja bersikeras mencari pahala lewat sholat sunnah sementara kita tetap mendapatkan dosa dengan meninggalkan sholat fardhu.
Lalu, bagaimana denganku? Apa ini? Ada apa denganku? Awalnya aku terharu karena tidak menyangka masih bertahan hidup sampai Ramadhan 1431 Hijriah sekarang ini. Tapi selanjutnya, rasa terharu itu bukannya membawaku pada keadaan yang lebih baik. Tahun kemarin dan tahun-tahun sebelumnya aku masih bisa merasakan imanku berada di level yang tidak bisa dibilang tinggi, tapi jelas tidak rendah. Namun tahun ini, imanku sepertinya berada pada tingkat terendah dalam hidupku. Bulan Ramadhan yang biasanya kugunakan untuk memperbanyak amal seperti manusia lain, sekarang malah kugunakan untuk lebih banyak bersantai. Melupakan semua perintah Yang Maha Kuasa, itu yang kulakukan. Aku takut Allah akan murka terhadapku, tapi tetap saja lemah dan kalah melawan nafsu. Aku benar-benar jauh dari agama sekarang. Apa penyebab semua ini? Jika ada sesuatu yang salah pada diriku, aku harus segera membuangnya jauh-jauh. Aku harus mengembalikan imanku pada posisi teratas agar aku bisa menggapai tangan Illahi. Aku ingin benar-benar suci di bulan ini. Karena aku tidak berani menjamin bahwa ini bukanlah Ramadhan terakhir yang bisa kurasakan.
Ya Allah, bukakanlah pintu hidayah-Mu. Berikan cahaya-Mu pada jalan lurusku. Bantu aku menyebrangi jembatan ini agar aku sampai pada ridha-Mu. Aku yakin aku belum terlalu jauh dari sana. Jadi, kembalikan aku, ya Allah… Jika memang tidak bisa, setidaknya hentikan aku untuk terus menahan dosa. Bahkan jika Kau harus membunuhku sekarang…
Arema : Aku_pasrah_pada-Mu,_Ya_Rabb…
Akhirnya
23:48 WIB
Thursday, July 29th ‘10th
Akhirnya… Berani juga aku mengungkapkan kata maaf kepada Bang Shu. Yah, memang sih hanya via SMS, tapi itu sudah cukup untuk membuat kami saling membuka mulut. Tidak seperti dengan Bang Lam, kali ini aku yang memulai pembicaraan. Tidak kusangka, ternyata sulit membuat keakraban itu kembali. Aku masih segan bercanda dengan mereka meskipun sudah ku planning-kan kami akan langsung kembali akrab setelah ini. Terutama Bang Lam. Dia jauh berbeda dengan sebelumnya. Sama sekali tidak berminat membuat lelucon untukku seperti yang dia lakukan ketika jumpa denganku tempoe doeloe. Apa karena aku belum minta maaf kepadanya? Aku kehabisan cara untuk mengembalikan keakraban itu. (eh, sepertinya bisa dimasukkan dalam komik Get Backers nih. Judulnya “Mengambil Kembali Keakraban yang Hilang” hehehe…). Semoga kami bisa akrab seperti dulu pada akhirnya…
Akhirnya, keputusan inilah yang kuambil. Aku harus tahan dengan segala resiko yang siap menghadangku di depan. Aku juga sudah berjanji pada diriku, tidak akan ada lagi acara marah-marahan kepada teman, terutama kepada mereka. Batinku tersiksa jika harus marah-marahan. Karena aku jadi terus-terusan memikirkannya, walaupun sebelumnya sudah kuputuskan untuk tidak mempedulikannya. Selain itu…
Arema : Bisa-bisa_jadi_tambah_kurus_gara2_itu…
Bingung
23:19 WIB
Wednesday, July 28th ‘10th
Aku semakin bingung. Apa yang harus kulakukan sekarang? Tetap bersikeras untuk tidak memulai keakraban berkomunikasi atau hilangkan jauh-jauh egoisme beralasan harga diri? Ini tentang perselisihan itu. Bang Lam terus berusaha akrab denganku kelihatannya. Mungkin juga tidak. Tapi aku yakin iya. Maksudku, sungguh! Selalu Bang Lam yang memulai prolog dalam setiap dialog kami. Pikiranku masih terlalu penuh untuk memulainya. Entah apa isinya. Semacam prasangka-prasangka yang bergelut dalam otakku mungkin.
Aku bingung. Haruskah aku minta maaf pada mereka? Apa harus kumulai era baru dalam hidupku? Tidak benar-benar baru mungkin. Maksudku, isinya masih tentang lembaran lama. Atau lebih tepatnya, aku harus merobek lembaran dimana aku berselisih dengan mereka. Ah, apa mereka tidak akan jadi terlalu angkuh setelah itu? Setelah mengira bahwa merekalah pemenang dalam peperangan ini. Itulah pikiran yang selalu membuatku maju mundur sebelum maju ke garis finish. Tapi jujur, aku rindu dengan mereka. Bukan. Bukan pada orangnya, karena kami bisa ketemu kapan saja. Aku rindu suasananya. Suasana ketika kami berkumpul tempo dulu beda jauh dengan yang sekarang. Dulu, Bang Lam sering mengirim SMS, bahkan menelepon walaupun aku sedang bekerja. Tapi sekarang, tak satupun tertulis namanya di kotak masuk Alexar. Dulu, Bang Shu selalu mengajakku bepergian untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Bahkan pernah sampai jam 3 dini hari baru pulang, tau kan? Saking seringnya, ada orang yang bilang bahwa dimana ada Bang Shu, disitu pasti ada aku. Tapi sekarang, jangankan mengajak bepergian, bicara denganku juga tidak. Benar-benar rindu sekali rasanya dengan pengalaman hidup seindah itu. Kenapa sih setiap yang indah itu tidak pernah bertahan lama?
Sungguh membingungkan. Kalau dipikir-pikir, aneh rasanya hubungan yang tadinya begitu ketat bisa jadi longgar seperti ini, bahkan mungkin putus. Benarkah ini akibat jika terlalu akrab dalam berteman? Kenapa? Entahlah! Aku jadi tambah bingung sekarang?!?!
Arema : Aku_bahkan_bingung_sama_judulnya???
Hujan (Bagian Kedua)
19:43 WIB
Tuesday, July 27th ‘10th
Ribuan butiran bening itu meledak di wajahku. Langsung kuturunkan pandanganku yang semula ke atas sekarang ke depan, karena tak tahan dengan ledakan-ledakan memenuhi permukaan kulit wajahku, membawa kebekuan yang teramat sangat. Namanya Hujan. Umurnya kira-kira setua alam semesta. Alamatnya di atas. Hobinya menolong orang walau pada awalnya membuat orang menggigil.
Kini dia tak sendirian. Dia membawa teman seperjuangannya yang suka berkeliling dunia. Menerjang segala yang bisa diterjang. Melewati pori-pori kecil, menembus tanpa kasat mata. Benar-benar kompak kerja sama mereka. Mereka mempermainkanku. Hujan dan Angin. Aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi selain dingin dan menggigil. Sesekali aku mengeluarkan kata “Hatsyi!!”. Setelah itu, pasti mengusap hidung. Pertanda tetesan air itu telah mengeksplor kulitku. Selalu ada yang lebih deras di bawah atap rumah. Tanpa disadari, aku tertarik pada mereka. Sekarang, kami bermain bersama. Tapi, sang hujan benar-benar kasar. Aku sampai kehabisan napas dibuatnya. Akhirnya aku menghindar dari hujan yang beraliran deras. Uuuhh… Kini sang angin yang berulah. Dia menerpa seluruh tubuhku. Menggelitik tapi tidak geli. Hanya, aku menimatinya.
Sampai akhirnya, keadaan semakin buruk. Pepohonan seakan menjerit. Mereka terdorong ke arah Timur, terlihat dari rambut mereka yang mengurai diterbangkan oleh jahatnya Angin. Mereka semakin ketakutan ketika suara sang guntur memecahkan kesenangan kami. Hal itu membuatku sadar akan pentingnya rumah. Segera kuraih handuk merah yang sudah sejak tadi menungguku. Kututupi tubuhku yang sebelumnya telanjang dada setelah kusadari bahwa aku sudah disentuh oleh sampo dan sabun. Sudah cukup, pikirku!
Arema : Intinya_aku_lagi_mandi_ujan…
Hujan
00:00 WIB
Monday, July 26th ‘10th
Dingin, menggigil, susah bernapas. Itulah yang kurasakan sekarang. Aku baru saja pulang dari acara Isra’ Mi’raj di Limban Pasar Balok. Hujan yang tak punya rasa kasihan menyerang kami dalam perjalanan. Tanpa peduli, dia membuat pakaian kami serombongan basah. Mengharap kering pun mustahil. Ini malam hari, tak ada radiasi matahari yang sampai pada kami. Hujan benar-benar membuat tubuh kami serasa di lemari es. Belum lagi soal angin yang menerpa ketika kami mengendarai sepeda motor. Dan satu lagi masalahnya. Jalannya! Kalau ditanya perjalanan mana yang paling buruk ketika menghadiri Isra’, maka aku akan menjawab yang ini. Maaf kalau ini menyinggung. Tapi sungguh! Jalan yang becek dan licin itu sempat membuat anggotaku terpeleset bersama sepeda motornya. (Lalu, kenapa nekad pergi?). Selain karena aku sudah berjanji pada temanku yang tidak lain adalah ketua panitianya, kami juga harus memenuhi undangan mereka sebagaimana mereka memenuhi undangan kami tempo lalu. Dan kami harus merasakan apa yang mereka rasakan ketika berjuang untuk sampai ke tempat kami. Hanya bedanya, keadaan tidak jadi lebih buruk karena waktu itu hujan tidak turun. Dia masih mengerti kami. Entah kenapa dia tidak melakukan hal yang sam malam ini. Ada yang bilang acara ini tidak diridhai oleh Allah, makanya Dia turunkan hujan. Tapi sudahlah! Aku tak pantas menebak urusan Tuhan, apalagi mencampurinya.
(Lalu, kenapa nekad pulang padahal cuaca masih hujan?) Apa kau menyuruh kami menunggu sampai waktu berhentinya hujan yang tidak tau entah kapan? Entah sampai pagi, atau sampai malam lagi. Selain itu, anggota yang kubawa banyak yang masih anak sekolah. Ini sudah terlalu malam untuk berada di luar rumah. Jadi kami nekad menerjang hujan, padahal acara belum selesai disana. Toh, kami tidak benar0-benar disediakan tempat disana. Tapi, maklumilah! Cuaca sedang tidak mendukung. Kelihatannya banyak yang akan terserang flu setelah ini. Sama sepertiku sekarang. Pokoknya, setelah ini aku akan langsung menutup tubuhku dengan selimut, menyandarkan kepala diatas bantal, memejamkan mata, dan terbang kea lam mimpi.
Eh, tapi tunggu dulu! Ada hal menarik malam ini. Bang Lam mulai bicara lagi denganku. Yah, memang sih tidak akrab. Tapi terima kasih Bang Lam! Aku ingin terus bicara denganmu. Tertawa dan ceria bersamamu kembali. Aku terganggu dengan suasana sekarang ini. Semoga kau mengerti. Tidak seperti hujan malam ini.
Arema : Gimanapun_caranya_muncul,_yang_namanya_hujan_harus_tetap_disyukuri!
Tak Dianggap
12:53 WIB
Sunday, July 25th ‘10th
Baru saja aku berpikir positif, kenyataan negatif langsung muncul tanpa permisi. Akhir-akhir ini, aku terlalu sering memikirkan perselisihan antara aku dan mereka. Aku merasa sangat banyak kehilangan selama kami saling mengunci kata-kata. Aku masih butuh persahabatan ini. Aku masih ingin tertawa bersama keceriaan mereka. Walaupun mungkin mereka terlalu tua untuk terbahak bersamaku. Tapi, aku merindukan mereka walaupun jarak tak memisahkan kami. Aku bahkan sempat berpikir untuk membuang jauh harga diriku hanya untuk mengucapkan kata maaf lebih dulu dari mereka. Apalagi aku ingin benar-benar suci di Ramadhan yang sebentar lagi akan menyapa.
Tapi, aku masih harus berpikir panjang lagi tentang itu setelah apa yang terjadi hari ini. Hari ini ada gotong-royong untuk membersihkan kuburan. Tapi, tak ada yang memberitahuku. (mungkin bukan benar-benar tidak ada). Teguh tadi memberitahuku, tapi terlambat. Karena dia memberitahuku saat gotong-royong telah selesai. Dari situ, aku merasa benar-benar tak dianggap. Maksudku, apa sih susahnya bilang, “Yor, hari ini ada kerbean di kuburan. Dateng ya!”. Kalaupun harus di SMS, berapa rupiah sih yang keluar untuk mengirim kata-kata itu? Disini, aku tidak hanya kesal pada mereka berdua, tetapi pada semua yang kuanggap teman disana. “Lupakan tentang permintaan maaf itu!” Itulah yang kupikirkan sekarang. Tapi, aku merasa kalau mereka berdualah yang memprovokasi agar tak ada yang memberitahuku. (wajar, manusia selalu su’udzon terhadap apa yang mereka benci).
Arema : Sekarang_bagaimana???
Gagak dan Kematian
07:53 WIB
Friday, July 23rd ‘10th
Baiklah! Aku benar-benar merinding sekarang. (kenapa?). Lucu kau bertanya. Mendengar kabar kematian yang dibawa oleh gagak kemarin, apa kau masih bertanya? Aku terkejut akhirnya sang gagak membuktikan apa yang kubilang takhayul kemarin. Singkatnya, aku jelas ingin mengatakan bahwa gagak dan kematian punya hubungan yang erat. Gagak memang burung pembawa pesan kematian. Setiap dia berkoak, pasti akan ada yang mati. Sulit kupercaya aku sekarang percaya kepada hal yang semula kuanggap konyol.
Malam tadi, Ambulance berteriak menghancurkan keheningan malam. Pertanda ada yang terluka atau bahkan meninggal. Kami sekeluarga pun keluar dan melihat. Ternyata Ambulance itu berjalan ke arah PrumNas. Dan tidak lama kemudian terdengar kabar bahwa seorang lelaki bernama Riva’i yang tinggal di daerah PrumNas telah meninggal dunia karena kecelakaan. Ternyata perkiraan kami salah. Kami kira yang meninggal adalah orang yang kemarin mencoba bunuh diri dengan cara membakar diri. Ternyata, orang lain yang tidak disangka-sangka. Bapak Riva’i cukup dikenal di Binjai Manis ini. Tidak heran kalau sejak jenazahnya diantar tadi malam sampai pagi ini banyak orang yang berseliweran untuk melayat. Ah, aku selalu takut jika bicara tentang kematian. Lalu, benarkah gagak akan mencipta kematian? Maksudku bisakah kau berikan hubungan yang masuk akal? Seperti misalnya, ketika mendengar suara gagak maka gendang telinga akan bergetar dengan frekuensi yang tidak biasa. Kemudian getaran itu sampai ke otak dan menyebabkan kerja otak terganggu. Lalu tanpa sengaja otak mematikan fungsinya. Misalnya seperti itu. Ah, mustahil! Ayolah, Arief! Jangan percaya pada takhayul!
Arema : Meskipun_sudah_terbukti?
Suara Gagak
16:51 WIB
Thursday, July 22nd ‘10th
Pagi tadi, terus kudengar suara gagak yang tidak lucu. Dia terus berkoak-koak mengitari dusun I Sei Alim Hasak ini. Seperti memanggil sesuatu, semoga bukan aku. Jika pada umumnya suara burung itu identik dengan keindahan, kedamaian, dan kesejukan, tidak pada burung berbulu hitam ini. Gagak adalah satu dari sedikit burung yang punya aura mistik. Jika mau kusebutkan satu temannya, dialah burung hantu. Hanya saja, burung hantu yang pernah kudengar suaranya hanya pada malam hari. Jadi, wajar saja kalau bulu kuduk bisa merinding dibuatnya. Lain kata dengan burung gagak ini. Padahal pagi tadi cuaca benar-benar cerah. Mentari juga tak segan-segan menampakkan radiasi sucinya. Begitu juga langit, tanpa rasa malu dia pampangkan kulitnya yang kebiru-biruan (bukan karena memar). Dan satu yang kurang adalah kicauan burung pagi yang terdengar sejuk. Entah kenapa suara indah itu hilang tanpa jejak pagi tadi. Kelihatannya sang gagak telah mengambil alih pagi yang menyenangkan dan dia tukar menjadi pagi kelam yang menyeramkan. Sewaktu mandi, memang kuakui bahwa tubuhku sedikit merinding karena terus-menerus mendengar koakan si sayap hitam itu. Tapi, aku sama sekali tak melihat batang hidungnya (terang saja, dia tidak punya hidung). Orang bilang, burung gagak itu membawa aura kematian. Setiap dia berkoak, berarti akan ada orang yang meninggal disekitar tempatnya terbang dan bertengger. Huh! Aku tak pernah percaya pada takhayul. Tapi kenapa aku merinding? Selain itu, ada kabar yang mengatakan bahwa seorang wanita di kampungku telah dibakar oleh suaminya yang sedikit gila. Tapi, ada yang bilang dia bukan dibakar, tetapi membakar dirinya sendiri alias bunuh diri. Ah, yang mana satu? Yang jelas, sekarang dia telah dilarikan ke rumah sakit. Waduh!!! Semakin merinding saja…
Arema : Aku_benci_gagak!
Ceramah
00:15 WIB
Monday, July 19th ‘10th
Di lembaran sebelumnya, aku cuma menggoreskan sedikit tinta untuk membahas SNMPTN, atau lebih tepatnya menuliskan hasil SNMPTN. Kenapa sedikit sekali? Selain karena aku sudah diserang rasa kantuk saat itu, aku juga tidak ingin membahas hasil yang mengecewakan itu secara mendetail. Aneh! Padahal aku sebenarnya tidak terlalu berharap untuk kuliah di Medan pada awalnya. Ya, aku bahkan sudah sesumbar bahwa UNA sudah menjadi pilihan utamaku. Dan SNMPTN hanyalah keinginan dari sebagian orang yang mendukungku untuk sekedar mencari pengalaman. Dan itu hanya menjadi pilihan kedua-ku. Tapi, ketika aku menghadapi kenyataan bahwa USU maupun UNIMED tidak mau menerimaku, kenapa rasanya seperti ini? Kecewa dan sedikit putus asa. Merasa rendah diri dan pesimis. Serta malu dengan orang yang sempat mengira aku akan lulus. Tapi, aku ingat prinsip seseorang di “The Biggest Loser”. Dia bilang, “Aku tau aku tak akan bisa melakukannya, tapi aku akan membuat orang lain berkata : aku tidak percaya kalau dia gagal.”. Jadi, ini ya rasanya gagal. Walaupun sebelumnya kegagalan ini tidak pernah menarik perhatianku, entah kenapa tiba-tiba aku jadi menyesal karena gagal. Di saat seperti inilah biasanya aku memikirkan hal-hal positif dalam hidup yang sudah ku schedule-kan ke depan.
Malam ini baru saja aku pulang dari acara Peringatan Isra’ Mi’raj di blok 4. Seperti biasa, selalu mengantuk saat ustadz mulai berceramah. Tapi, ada sindiran sang ustadz yang membuat rasa kantukku hilang seketika. Dia bicara soal binan. Dia bilang bahwa salah satu tanda kiamat adalah adanya laki-laki yang bersifat layaknya perempuan, dan perempuan yang bersifat seperti laki-laki. Nah, ini yang membuat hati sedikit nyut-nyutan. Itu berarti, aku adalah orang yang akan menghancurkan dunia? Secara, aku laki-laki feminim. Dunia mendekati detik-detik kehancuran ketika orang sepertiku dilahirkan? Kurang ajar! Aku tidak bisa terima! Aku sudah bosan dengan setiap mata yang selalu memandang ke arahku jika membicarakan masalah itu. Aku sudah bosan dengan setiap orang yang selalu meremehkan orang-orang sepertiku. Hallo dunia normal! Kalian tak mengerti apa-apa tentang penderitaan. Kalian tak sedikitpun tau tentang siksaan batin. Kalian yang punya kehidupan normal, selalu mencapai segalanya tanpa cemoohan, tidak mungkin bisa mengerti orang sepertiku. Bisakah setidaknya kalian menghargai orang-orang seperti kami? Cukup dengan tanpa rasa jijik kalian bergabung dengan kami. Cukup dengan sebuah ikatan yang bisa kalian jalin dengan orang normal. Itu saja yang kami butuhkan. Satu lagi! Stop penghinaan-penghinaan yang acap kali kalian lemparkan kepada kami! Bicara soal hubungan semua ini dengan akhir dunia, bukankah semua kejadian yang terjadi di dunia sudah ditentukan garisnya oleh Allah? Begitu juga dengan akhir dunia yang kita kenal dengan sebutan kiamat. Jika Allah telah memutuskan untuk menjatuhkan tanda-tanda kedatangan kiamat, tidak bisakah kau menerimanya? Haruskah kita membenci tanda-tanda itu? Kalau kita membencinya, berarti kita juga membenci pengirimnya, Allah swt. Seharusnya, pikirkan tentang cara memperbanyak amal. Bukannya malah mati-matian mencoba memusuhi tanda-tandanya. Harusnya ustadz itu yang paling mengerti. Aku juga tak tau, apakah aku bisa terima begitu saja jika memang Allah menciptakan aku hanya untuk masalah itu. Yah, aku hanya seorang hamba lemah tak berdaya. Soal ustadz itu, aku sangat tidak menyukainya. Karena dalam ceramahnya, dia menggunakan kata kotor yang siapapun pasti menganggap itu tidak cocok diucapkan seorang ustadz dengan alasan apapun. (kata apa?). Kau yakin mau mendengarnya? Baiklah! Dia bilang “KIMAK!”. Setauku, itu artinya Ms V wanita. Kalau kau bilang kata itu cocok untuk diucapkannya, diberi racun apa kau sehingga otakmu mati?
Arema : Ish!!!_Ustadz_yang_menjijikkan!!!
Monday, September 27, 2010
SNMPTN yang Menyebalkan
Seharusnya Aku Tidak Pergi
23:05 WIB
Tuesday, July 13th ‘10th
Seharusnya kesana malam ini. Seharusnya aku tidak pergi untuk latihan nasyid ke rumah Bang Shu. Entah kenapa aku tetap nekad untuk pergi. Padahal banyak pertanda yang berusaha menghalang-halangi. Tapi aku tidak mempedulikan mereka yang seolah berkata “jangan pergi, Arief!”. Contohnya, aku tidak diberi kabar bahwa malam ini latihan nasyid. Seharusnya aku tidak pergi karena dari hal di atas kita tau bahwa mereka seakan tak membutuhkan aku. Linda juga bilang supaya aku tidak pergi kesana, supaya mereka tidak terlalu meremehkan aku. Lalu, seharusnya aku tidak pergi karena aku mengira Bang Shu pasti marah dengan sikapku kemarin malam. Dan ternyata benar, dia marah gara-gara kemarin aku menolak perintahnya untuk menagih uang uang yang sudah lama disimpan oleh mantan bendahara Perisai. Dia pikir siapa dia berani memerintahku lagi? Lagipula, uang itu adalah urusan remaja di zaman mereka, kenapa masalah seperti itu dilimpahkan kepadaku? Maaf, Shu! Aku bukan orang bodoh yang bisa kau peralat lagi. Terserah saja jika dia marah dan tak punya niat untuk bicara padaku lagi. Itu masalahnya. Begitu juga denganmu, Lam. Aku tak akan pernah mau bicara padamu sebelum kau ucapkan kata maaf kepadaku. Bukan egois, kawan! Bukan juga kekanak-kanakan. Aku Cuma mau melihat seperti apa orang dewasa sesumbar menyelesaikan masalahnya.
Seharusnya aku tidak pergi karena kau tanpa sengaja merusakkan lubang kunci sepeda motor temanku disana. Tapi, aku yakin bukan aku yang pertama kali merusakkannya. Awalnya, memang aku punya niat jahil untuk menyembunyikan kuncinya. Eh, malah kunci sekaligus lubangnya terlepas dari sepeda motor ketika kutarik. Untung saja banyak yang membelaku, sehingga aku tidak disalahkan walaupun dia langsung marah besar. Tapi, kelihatannya Bang Shu senang melihatku ketakutan.
Seharusnya aku tidak pergi karena entah mengapa aku menjadi terganggu dengan perselisihan ini. Tentang mereka yang tidak mau menanyaiku. Sewaktu hanya Bang Lam yang tidak berkomunikasi denganku, tak ada sedikitpun rasa tidak enak. Tapi sewaktu Bang Shu ikut-ikutan, entah kenapa aku merasa tidak enak. Itu sebabnya aku tidak banyak bicara disana. Seharusnya ada Linda disana. Supaya aku bebas berbicara padanya. Tapi, jangan kira aku akan kalah dengan sikap mereka. Tunggu saja tanggal mainnya!
Tapi, gara-gara masalah ini, aku jadi tidak bersemangat dengan Perisai. Aku ingin keluar dari Perisai, juga dari grup nasyidnya. Tapi, apa yang akan mereka pikirkan? Mereka pasti akan menganggapku pengecut. Dan aku tidak bisa menerimanya. Belum lagi soal Linda yang akan kehilangan teman ngambek. Tapi, bagaimana kalau kami keluar bersama-sama? Ah, nanti sajalah memutuskannya…
Oh ya, sekarang aku sudah punya “Glary” dia adalah tabungan plastic berbentuk gembok berwarna hitam. Semoga dia bisa membantuku berhemat.
Arema : Aku_akan_membuat_mereka_menyesal_memusuhiku!!!
Menjelang Isra’ Mi’raj
23:48 WIB
Friday, July 9th ‘10th
Beberapa hari terakhir ini aku terus diserang rasa lelah. Hingga sudah dua malam ini aku mendadak pusing. Entah karena terlalu banyak minum es atau karena terlalu lelah bekerja. Atau karena banyak minum es setelah lelah bekerja? Padahal aku baru saja lepas dari sakit yang kemarin itu lho. Dasar sial! Tapi ini demi kesuksesan acara besok. Isra’ Mi’raj yang sudah kami pikirkan jauh-jauh hari sebelumnya. Kau tau? Menjelang Isra’, banyak inovasi baru yang mulai tercium di sekelilingku. Seperti kami yang nekad menimbun lubang-lubang di jalan yang aspalannya sudah tak layak pajang (dalam hal ini kami meletakkan kotak infaq yang hasilnya kami gunakan untuk biaya Isra’), aku yang mulai terikut ganjennya teman-teman remaja priaku yang suka menggodai para gadis yang lewat di jalanan, atau bahkan sesuatu yang satu ini.
Kau tau? Sampai saat ini aku dan Bang Lamsar (pria dengan mulut dewa itu) belum saling bicara. Mungkin sudah hampir tiga hari kami putus komunikasi. Jangan salahkan amarahku yang tak tertahankan akibat ulah sikapnya yang tidak bisa menghargai hasil kerja orang. Mulutnya itu lho! Begini ceritanya
Beberapa hari lalu kami diperintahkan untuk membuat proposal dan surat undangan Isra’ Mi’raj. Kami adalah aku (ketua), Linda (sekretaris), dan Fitriana (Wakil Sekretaris). Akhirnya, aku rela mengerjakannya walaupun saat itu aku sedang kelelahan karena baru selesai memperbaiki jalan rusak. Itu semua kulakukan karena tanggungjawabku sebagai ketua. Kuakui sulit mengerjakannya, walaupun tidak terlalu. Belum lagi soal tempat pengetikannya yang butuh waktu kurang lebih 30 menit untuk kesana. Juga soal lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Aku korbankan jam untuk mengistirahatkan badanku yang sedang kelelahan. Linda mengorbankan kesempatannya untuk menghadiri undangan saudaranya di Rantau Prapat. Fitriana mengorbankan sesuatu yang kurang ku tau (mungkin bensin). Tapi, apa hasil kerja keras yang penuh pengorbanan itu di mata mereka? (mereka adalah Pembina Perisai, Bang Shu dan Bang Lam). Pengorbanan itu dianggap seperti sampah cecunguk yang tak pernah mereka hiraukan. Segumpal komentar-komentar yang membuat hati sakitlah yang dihadiahkan kepada kami. Terutama kata-kata khas Bang Lam yang tak henti menyayat aku dan Linda. Kata terima kasihlah yang kami harap keluar dari mulut mereka, bukan komentar yang aneh-aneh. Akhirnya, aku dan Linda berhenti bicara dengan mereka. Tidak tau kenapa dengan Fitriana yang masih betah diperintah oleh mereka. Kami putuskan connection dengan mereka. Kami tidak akan pernah mau lagi diperintah oleh orang-orang bermulut busuk seperti mereka. Kami tak mau peduli lagi tentang tanggungjawab. Aku bahkan mengatakan bahwa aku melepas title ketua dari namaku. Aku hanya mau menjadi anggota kalau seperti itu caranya. Sampai akhirnya Bang Shu minta maaf. Tapi itu tidak merubah pendirianku yang trauma dengan kata ketua. Kami pun sudah mulai bicara dengan Bang Shu, walau tidak seakrab dulu. Sekarang, dia jadi begitu takut menyinggung perasaanku. Yah, itu wajar. Karena baru kali ini dia melihat gaya marahku yang seperti cewek tapi keras di hati. Tapi, tidak untuk Bang Lam. Pria egois itu belum berani bicara padaku, padahal dulu akrabnya bukan main. Aku yang selalu jadi bahan leluconnya kini sudah menjadi beruang yang buas. Dan dia takut bermain-main denganku. Ya, kita lihat saja sampai kapan dia bertahan tanpa mengucapkan kata maaf kepada Arief El-Mayor…
Arema : Huahahahaha…..(tertawa bangga)
Sakit
22:40 WIB
Friday, July 2nd ‘10th
Pilek serasa bagai kutukan buatku. Karenanya, aku risih bila berada dalam suatu perkumpulan. Aku harus menghirup masuk ingus yang sudah hampir keluar. Aku harus keluar masuk untuk membuangnya jika sudah menggumpal. Tapi, yang paling parah adalah ketika sholat. Jadi terganggu dan tidak khusyuk gara-gara memikirkan kalau-kalau ingusnya meler. Kau tau kan kalau kita tidak boleh bergerak-gerak sewaktu sholat selain dari gerakan sholat itu sendiri?
Lebih parahnya lagi, pilek ini membuat badan jadi tidak enak. Rasanya dingin dan jadi ingin terus berselimut. Mau berbuat apapun jadi tidak bersemangat. Mungkin karena tadi pagi aku bilang kepada bosku dan orang tuaku bahwa aku tidak bisa pergi kerja dengan alasan sakit, padahal tubuhku masih memungkinkan untuk bekerja. Ya, tadi pagi tidak separah sekarang karena cuma merasa dingin saja. Itu biasa kurasakan kalau bangun pagi. Tapi, sekarang malah menjadi mengarah ke demam. Apa ini karma? Tidak mungkin! Karena hari ini memang sedang libur kerja karena bosku sedang berada di Medan. Orangtuaku juga senang jika aku libur kerja karena akan ada pekerjaan yang tidak perlu mereka urus. Jadi, tidak mungkin ini karma.
Sakitku bukan itu saja. Sebelum “mereka”, ada penyakit yang menyerangku duluan. Di ketiakku tumbuh benjolan-benjolan kecil atau biasa kami menyebut keadaan itu “melentung”. Sepertinya, tertular dari adik yang setiap malam tidur bersamaku. Dan mungkin itulah yang membuat badanku jadi tidak enak, karena terkadang terasa perih-perih gatal.
Arema : Badanku_nggregess...
Tempat Curhat
23:42 WIB
Wednesday, June 30th ‘10th
Akhir-akhir ini entah kenapa aku baru mulai merasa bahwa sering kali seseorang menjadikan aku sebagai tempat curahan hati bagi mereka. Menceritakan masalah yang dia tidak ingin orang lain mengetahuinya kepadaku. Begitu juga dengan malam ini. Seseorang bercerita padaku tentang takdir yang tak berpihak padanya. Jatuh dan masih tak kuasa menerima kenyataan bahwasanya Kemiliteran masih menodongkan lampu merah di hadapannya. Dia bilang aku satu-satunya teman yang sudah mengetahuinya. Baru kepadaku dia bercerita. Tapi, pertanyaan yang kini muncul adalah “kenapa aku?”. Kenapa banyak sekali orang yang melaporkan keluh kesahnya padaku? Kenapa mereka percaya kalau aku akan bisa menjaga rahasia mereka, sedangkan menurutku aku adalah tipe orang yang tidak kuat menahan keinginan untuk mengumbarkan rahasia? Atau, mereka memang ingin rahasia mereka diketahui orang lain dengan perantara mulutku? Ah, tidak mungkin! Akulah satu-satunya pemilik sifat itu. Acap kali aku menceritakan rahasiaku kepada orang yang berpeluang kecil untuk bisa menjaga rahasia. Tujuannya adalah agar orang lain bisa tau tanpa perlu aku yang mengatakannya. Tapi itu hanya untuk masalah yang menurutku akan lebih baik jika diketahui orang. Mana mungkin ada orang segila itu selain aku. Tapi, kalau dipikir-pikir mungkin juga, sih. Ah, sudahlah! Anggap saja mereka benar-benar mempercayaiku. Dan tenang bagi semua yang telah atau mau menceritakan rahasia kalian padaku! Selama kalian sebut bahwa yang kalian katakana adalah rahasia kita berdua, maka aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk menjaganya. Tapi kalau kalian tidak menyebutkan kata rahasia dalam pembicaraan kita, maaf kalau dengan mudah informasinya menyebar.
Bukan cuma sekedar pengungkapan isi hati saja, biasanya disertai permintaan saran juga. Tak jarang orang meminta saranku untuk menyelesaikan masalahnya. Hei, apa hebatnya aku? Menyelesaikan problema bukanlah bidangku. Aneh jika kubilang aku adalah pemberi solusi yang baik. Tapi mungkin mereka suka dengan kata-kataku yang sepertinya cukup menjanjikan, terutama jika diliris dalam bentuk tulisan. Ya, aku paling pintar kalau disuruh memodifikasi kata dalam bentuk tulisan. Mungkin itu yang membuat mereka yakin. Tapi tak jarang juga nasehat yang kuberikan itu berhasil lho.
Untuk hari ini, aku mulai mencoba berakrab ria kembali dengan para pembentuk Perisai itu. Akan ku coba untuk melupakan kata pemanfaatan dan permainan di dalam sana. Hanya focus untuk menghindari lemparan sifat antisosial. Berusaha untuk kembali ceria seperti dulu bersama mereka. Karena aku juga tidak menyukai ketidaksemangatan ketika bergabung dengan mereka. Apalagi mereka yang mulai menjadikan aku sebagai target kecurigaan.
Arema : Kau_adalah_tempat_curhatku!
Pintar
22:31 WIB
Thursday, June 24th ‘10th
Sudah lama kusadari bahwa mungkin aku pandai menilai sifat seseorang. Walaupun sebenarnya aku paling tidak suka menilai seseorang, terutama jika harus diumbarkan. Bukannya sombong, tapi aku memang bisa langsung menebak karakteristik seseorang hanya dengan memperhatikan logatnya. Seperti tadi, ketika aku berbicara dengan seorang pria kelas 3 SMA yang bersekolah di salah satu SMA Plus di Sibolga. Lewat style dia bicara, aku bisa langsung menebak kalau dia itu orang yang pintar. (tapi aku bisa langsung menangkap bahwa dia adalah orang yang mudah sekali sombong hanya karena kelebihan kecil yang dimilikinya). Maaf kalau tebakanku salah. Tapi jika dia bukan orang yang pintar, bagaimana bisa dia masuk di SMA Plus? Bukan orang sembarangan yang bisa masuk ke sana. Selain itu, aku selalu merasa deg-degan kalau bicara dengan seorang yang pintar. Aku juga merasa senang memiliki lawan bicara orang pintar, meskipun terkadang malu karena kamus di otakku masih sangat terbatas sehingga banyak kata-kata yang tak tertafsirkan. Tapi aku senang karena mereka adalah orang yang berani bicara. Aku harus mentransplantasi sifat itu ke dalam diriku agar tak selalu ketinggalan informasi gara-gara malu bertanya.
Hal yang kusukai dari kepintaran adalah bagian dimana aku menginginkannya. Aku ingin menjadi orang pintar. Karena dengan pintar aku bisa mengeksplor langit. Dengan pintar aku bisa berdiri di atas bumi dengan satu jari. Dengan pintar aku bisa membaca 10 komik dalam 1 jam. Dengan pintar aku bisa punya banyak uang. Dengan pintar aku bisa makan nasi goreng, bakso, atau apapun yang aku suka tanpa perlu mengemis pada orang lain. Dengan pintar aku bisa membalikkan takdir menyedihkan keluargaku menuju kebahagiaan tak berujung. Dengan pintar aku bisa memberikan apapun yang diinginkan oleh ayah dan ibuku, serta adik-adikku. Dan yang terpenting, dengan pintar aku tidak akan kebingungan menghadapi gejolak hidup yang tak ada habisnya menghujani diri ini. Semua bisa aku dapatkan dengan menjadi pintar. Tapi, dengan pintar pula aku seharusnya tak perlu memikirkan hal-hal bodoh seperti itu.
Aku punya sesuatu, entah ini bisa disebut sebagai salah satu kepintaranku atau tidak. Akau mulai merasa bahwa aku bisa merasakan sesuatu yang akan terjadi sesaat sebelum sesuatu itu terjadi. Tidak sepenuhnya, sih. Dia hadir dalam bentuk firasat. Maksudku, sebelum sesuatu itu terjadi, aku sudah merasakannya. Aku punya firasat akan terjadi suatu hal, dan ke depannya memang benar terjadi. Aku tak mau menceritakan contoh konkretnya, karena kalau kulakukan aku akan kehabisan waktu. Apa itu hal biasa? Tapi, kalau menurutku bukan. Ini seperti yang ada dalam film Déjà vu. Bedanya, dalam Déjà vu, tokohnya bisa melihat bayang-bayang masa depan, sedangkan aku hanya berupa firasat. Inikah yang dimaksud dengan reinkarnasi dalam pemaknaannya terhadap déjà vu? Ah, entahlah! Anggap saja ini sebagai salah satu kepintaranku.
Arema : Aku,_pintar???
Prosa Dalam Bait Cintaku
20:25 WIB
Wednesday, June 23rd ‘10th
Tiba-tiba jadi ingin menulis file usang (karena tiba-tiba lupa ingin membicarakan apa). Ya, lembaran lama yang masih tersimpan rapat dalam memoriku.
Untuk kau yang terperangkap dalam hatiku,
Tergores lagi kepekatan itu. Menggulung nadiku yang tenggelam bersama cinta. Menafsirkan gejolak rindu yang takkan pernah tercapai. Aku masih memandang sinar itu, meskipun aku tau bahwa sinar itu hanya akan menyesatkanku. Aku ingin meneguk hatinya meskipun rasanya pahit mencekik. Dunia hampa tanpa ruang dan waktu menjadi wadah tumpahan kasihku. Aku… aku putus disini. Terguling-guling menghantam batu kepiluan. Hai, kau yang ada di depan hatiku! Pandanglah aku! Pandanglah hasratku! Aku rela meski kau menikam keinginanku. Aku tau bahwa kau mungkin tak akan menjelma menjadi selimutku. Tapi aku terus berharap kau menjadi perisaiku. Melindungiku dari angina yang menusukku. Aku ingin kau menyentuhku meskipun hanya seujung kukumu yang kurasakan di wajahku. Aku merindukan tatapan matamu saat menatapku. Bisakah kau dekap aku bersama kehangatan hatimu? Melawan dinginnya sinar matamu. Ini bukan lawakan yang sering kita lantunkan bersama. Ini suara yang menjerit di telingamu. Membisikkan rindu menerobos kesunyian hatiku. Jangan bunuh aku dengan perasaan ini! Karena aku masih punya pertanyaan yang harus kau jawab. Benarkah aku mencintaimu? Benarkah perasaan ini untukmu? Apa kau juga merasakannya? Jawablah! JAWABLAH!!! Aku tidak sedang menunggumu bersama hujan dan petir. Aku menunggumu bersama cinta. Kau adalah pesona yang tak dapat kutahan. Tapi, kenapa sulit sekali bagimu untukmu mengerti? Meskipun senantiasa ku pandang ketegasan wajahmu. Wajahmu mengurungku di tengah wahana ini. Atau, malah aku yang mengurung wajahmu dalam hatiku? Aku tak tau. Entah kapan kau akan sirna. Membiarkanku tidur dengan tenang. Aku ingin kau menjagaku saat aku terbaring dan mengusapku dengan lembut. Aku ingin berada dalam pelukanmu sekalipun itu hanya semenit. Setidaknya, semenit dalam hidupku aku sempat berada di bawah nafasmu. Merasakan tubuhmu yang penuh dengan berebagai aura. Hai, kau yang tak bisa kumengerti! Beranikah kau menentang takdir bersamaku? Agar aku bahagia karena kau tercipta untukku. Dan, berhentilah menyakitiku dengan cakar keacuhanmu! Aku ingin selalu mendapat perhatian darimu. Aku ingin kau merasa kehilangan saat tak melihat aku yang mengagumimu ini. Lalu, sebelum aku sulit menemukanmu jika masanya tiba, aku ingin kau menjabat tanganku, seraya membisikkan nada perpisahan di telingaku dengan lembut. Bahkan ciuman perpisahan jika kau tak keberatan. Ya, aku berharap! Aku mengharapkannya…
Arema : Soq_puitis_ya…!!??
Panas Membara
00:07 WIB
Wednesday, June 23rd ‘10th
Tadi, di pengajian benar-benar kurasakan hawa panas. Bukan tentang cuaca malam ini, tapi soal suasana di dalam sana. Perdebatan serius yang terasa membakar seluruh arena pengajian membuatku tidak betah. Wakilku pembawaannya marah saja malam ini. Belum lagi soal lawan debatnya yang baru putus dengan pacarnya. Ah, aku memang tak bisa berkata apa-apa jika bicara tentang cinta yang seperti itu. Hati-hati! Bulan Juni ini adalah bulan yang sial untuk masalah percintaan. Banyak yang putus hubungan dengan pacarnya.opiniku ini ternyata didukung oleh banyak orang. Tapi sebenarnya ini cuma masalah sikap saja. Menurutku, orang yang memutuskan hubungan cinta yang sudah susah payah dibangunnya adalah orang yang belum cukup dewasa. Masih dalam tahap monyet bercinta. Putus-nyambung putus-nyambung terus. Semestinya mereka mencontoh orang setia yang tetap mempertahankan cintanya tanpa hambatan apa-apa, seperti aku. Ah, sudahlah! Kembali ke suasana panas membara tadi.
Untuk meredam suasana itu aku terpaksa turun mulut juga. Aku membocorkan sifat-sifatku yang belum diketahui oleh mereka. Aku beritahu anggotaku bahwa aku adalah tipe orang yang pantang dipancing dengan tawa (karena tadi aku sempat cekikikan sendiri). Tapi sungguh, jika dalam keadaan serius ada yang membuatku tertawa sedikit saja, maka aku akan menganggap semua hal yang terjadi saat itu adalah humor. Jadinya suka cekikikan sendiri. Belum lagi jika sudah terbayang kejadian-kejadian lucu yang pernah kualami di masa lalu. Benar, sifat itulah yang belum bisa kuhilangkan. Membuatku sering membuat orang kesal.
Aku juga memberitahu mereka bahwa aku adalah orang yang takut marah kepada orang yang aku anggap teman dengan alasan trauma. Harapannya, agar mereka bisa sadar diri tanpa harus dimarahi. Sungguh! Aku paling tidak bisa melihat temanku sakit hati gara-gara aku marah kepada mereka. Aku tidak mau seorang teman pun pergi menjauhiku. Karena mereka benar-benar berharga bagiku. Tapi itu bertentangan dengan tuntutan seorang ketua yang harus tegas menyikapi sesuatu walaupun beresiko akan menyakiti hati orang. Aku merasa bodoh karena mau saja dipilih sebagai ketua, dulu. Tapi sudahlah, yang terjadi biarlah terjadi…
Sebenarnya masih ada yang ingin kubicarakan, tapi aku benar- benar mengantuk…
Arema : Hari_ini_kerja_lagi_setelah_satu_minggu_cuti.
Hal yang Menyenangkan
05:44 WIB
Friday, June 18th ‘10th
Pagi semua! Siang nanti aku akan kembali ke Kisaran. Sebenarnya aku masih ingin tinggal lebih lama, tapi sepertinya kondisiku tidak mengizinkan. Aku bicara soal uang yang masih tinggal dalam dompetku. Sudah ada banyak hal yang terjadi sejak aku tinggal di Metropolitan ini, walaupun masih ada hal yang belum terwujud. Tapi, kemarin banyak sekali hal yang membuatku senang walaupun diserang oleh kelelahan yang jalang.
Kemarin, ujian SNMPTN telah selesai dilaksanakan. Hanya tinggal terus berharap sampai hasilnya diumumkan. Aku heran dan kebingungan melihat beratus orang berkumpul di salah satu tempat di USU (entah apa namanya). Samar-samar kudengar mereka membicarakan tentang laporan. Kukira seluruh peserta SNMPTN harus membuat laporan bahwa mereka telah selesai mengikuti SNMPTN. Jadi, aku menyisip di tengah kerumunan itu. Sampai akhirnya, kudengar beberapa orang mengatakan tentang kelulusan. Ah, ini pasti kerumunan peserta yang lulus UMB, bukan SNMPTN. Jadi, aku memutuskan untuk pulang.
Dalam perjalanan menuju pemberhentian angkutan umum, aku berkenalan dengan seseorang yang asing di mataku. Kami membicarakan masalah SNMPTN. Selanjutnya berusaha untuk mengenal satu sama lain. Aku rasa dia keturunan bule, sebab wajahnya memang rada-rada westman gitu. Nada bicaranya juga masih terdengar kaku melafalkan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Hasil dari pembicaraan kami adalah aku tau bahwa dia tinggal di Teluk Dalam. Aku tak atu dimana itu, tapi katanya dia tinggal di daerah wisata pantai yang sering diadakan perlombaan selancar di sana. Makanya sering ada turis yang datang ke sana. Untuk sampai di Medan butuh kurang lebih 2 jam di kapal dan sekitar 7 jam di bus. Jauh, ya!!
Siangnya, aku dan dua temanku berjalan-jalan mengelilingi Medan dan berhenti di Carrefour dan Medan Plaza. Kaki memang lelah, tapi karena itu aku bisa mewujudkan impianku yang lain, yaitu naik lift. Oh… senangnya…(kampungan!). Biar saja, yang penting aku senang. Setelah itu, kami ditarik oleh mbak-mbak untuk mencoba produk mereka berupa krim pemutih kulit. Hei, gila! Tangannya meraba-raba tangan dan wajahku hanya untuk mengoleskan krim pemutih itu. Sampai bagian dadaku pun disentuhnya. Apa-apaan mbak ini, pikirku. Bermaksud membuatku horny? Tapi jujur, ada sedikit rasa “ah” sewaktu mbak itu mengoleskan krim ke wajahku. Sampai sini langsung bersyukur, berarti aku masih normal. Tapi anehnya aku pasrah saja dengan perlakuan mereka. Ah, biarlah! Toh akhirnya aku tau bahwa mereka hanya berusaha untuk membuat produk mereka laku. Tapi, aku tidak berminat sama sekali untuk membelinya. Di Medan Plaza, kami nonton Red Cobex di bioskop bersama satu tambahan teman wanita beserta kakaknya. Kulihat ke belakan tempat dudukku para pasangan kekasih saling berpegangan tangan atau tidur di bahu pasangannya sambil menikmati film humoris itu. Aku jadi iri. Sampai situ, langsung membayangkan pacar yang jauh. Seandainya ada dia di sampingku dan dia memeluk tanganku erat, menyandarkan kepalanya di atas bahuku, atau sesekali mengusapkan noda cemilan di mulutku. Tapi aku hanya bisa mengkhayal, karena nyatanya dia tidak ada disini sekarang. Ah, sudahlah…
Arema : Pokoknya_hari_ini_lumayan_menyenangkan!!!!
Kosong
19:34 WIB
Wednesday, June 16th ‘10th
Hari ini aku bingung dengan perasaanku sendiri. Bukan soal apa yang telah terjadi, melainkan soal apa yang sedang kurasakan. Merindukan Elfa atau merindukan orang yang aku belum tau siapa dia? Pikiranku kosong dengan lentera-lentera perasaan. Tak ada yang mengambang atau berenang disana. Sekalipun hanya sekedar menyapaku dari kejauhan.
Mereka terus membicarakan hal-hal yang asing buatku. Entah mengapa mereka tidak berminat untuk membicarakan sesuatu yang bisa membuatku sedikit tertarik. Aku jadi bingung harus dengan resep apa aku ambil bagian dalam pembicaraan itu. Sedang aku tak merasakan apa yang mereka rasakan. Ibarat kucing rumahan yang tersesat di hutan belantara. Tak tau apa yang harus dilakukan di habitat yang jauh berbeda dengan habitat asalnya.
Malam ini begitu dingin. Suara angin terdengar menusuk di telingaku walaupun sangat lembut. Beberapa kali terdengar suara anjing melolong. Entah apa yang ingin dia katakan. Mungkin seperti berusaha memberitahukan apa yang harus kulakukan. Langit di depanku tampak cerah walaupun dalam keadaan gulita, namun di belakang tampak mendung. Sesekali terdengar suara dedaunan yang ditubruk kelembutan angin yang sedang berkejar-kejaran. Membuat tubuh semakin menggigil. Tapi, aku tetap bertahan di luar/atas sini hanya untuk berbicara berdua dengan Barn. Sampai akhirnya, suara adzan dari beberapa mesjid yang tidak jauh dari tempatku berada membuyarkan lamunanku. Tapi tetap saja, seni-seni itu tak bisa mengusir kekosongan ini. Aku ibarat botol kosong di tempat sampah yang berharap diisi air oleh siapapun yang menemukannya. Mungkin, satu-satunya yang bisa membuang jauh kekosongan ini adalah suasana yang aku harap bisa kudapatkan di Medan. Suasana ketika aku berada di lantai 4 atau 5, atau lebih tinggi lagi dari sebuah gedung bertingkat pada malam hari. Yang jika kupandang ke sekeliling akan tampak lampu berwarna-warni memancarkan cahayanya ke arahku dan seolah menerangi kekosongan perasaanku. Cahaya itu berasal dari gedung-gedung yang sudah sejak awal tertata rapat. Serasa sedang berada di taman cahaya, bukan? Itulah yang ku inginkan…
Arema : …….
SNMPTN Hari Pertama
09:17 WIB
Wednesday, June 16th ‘10th
Fiuh! Ujian TPA dalam SNMPTN hari ini berakhir sudah. Tinggal menunggu tak lebih dari 45 menit lagi, ujian akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Ujian kali ini tidak berjalan mulus. Masih ada lebih dari 10 soal yang ku kosongkan sebelum akhirnya lembar jawabanku ditarik oleh pengawas karena waktu ujian telah berakhir. Belum lagi soal pengawasnya yang cerewet. Delapan orang pengawas dalam ruangan kami, hanya suara wanita tua itu yang cukup menjengkelkan. Tapi, aku rasa dia cukup baik orangnya.
Menurutmu, apakah aku bisa lulus pada SNMPTN ini? Tapi aku benar-benar berharap bisa lulus. Lebih berharap daripada ketika aku sesumbar tidak terlalu peduli dengan SNMPTN waktu itu. Disini, aku diam tanpa kata. Tidak ada seorang pun yang kukenal disini. Di dalam ruang ujian, aku hanya bicara padamu. Aku terlalu malu untuk sekedar mengucapkan “Hai” atau “Hallo” kepada orang yang tidak kukenal. Tapi Ya Allah, semua itu tidak kupedulikan. Aku hanya ingin lulus di USU ini. Kabulkanlah permohonanku ini, wahai Dzat Yang Maha Pengasih…
Arema : Luluskan_aku,_Ya_Allah….
Hari Pertama di Medan
06:25 WIB
Tuesday, June 15th ‘10th
Permintaan maafku untuk Barn karena kemarin tiba-tiba memutuskan pembicaraan kita. Tapi, bukan maksudku melakukannya. Kemarin, sebelum usi berbicara denganmu, aku diajak untuk melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim, yaitu Sholat. Inilah salah satu keuntungan tinggal bersama orang yang selalu mengingatkan. Tidak mungkin kan aku menolaknya? Seusai sholat, aku bermaksud untuk menyambung pembicaraan kita, tapi aku kembali diajak untuk ikut andil dalam acara tahlilan 7 hari tetangga Bang Fian yang meninggal. Katanya sih itu rezekinya anak kos. Ya, aku bicara tentang makanan atau yang biasa kusebut berkat. Aneh kan? Orang kemalangan kok dibilang rezeki. Akhirnya, aku memutuskan untuk menyambung pembicaraan kita tengah malam setelah mereka tertidur. Tapi, aku malah lebih dulu tidur daripada mereka. Jadi, itulah alasannya, Barn. (Semoga dia tidak marah).
Banyak sekali hawa asing yang tercium olehku di tempat ini. Dan aku masih berusaha untuk beradaptasi disini. Menurutmu, cocok atau tidak kalau orang seperti aku tinggal di ibukota? Tapi apa yang paling kuharapkan dari sekian ribu keasingan disini adalah kesenangan yang bisa kudapat. Aku ingin kuliah di Medan ini tujuan utamanya memang untuk ilmu, tapi jarak tipis di belakangnya adalah kesenangan pribadi yang tidak bisa kudapatkan di kota asal.
Aku menatap senyuman mentari yang mengintai di balik tumpukan awan kelabu hari ini. Mengharapkan sekuntum harapan yang hadir bersama sejuknya udara pagi hari. Walaupun sedikit pilek, aku tetap saja bisa mencium aromanya. Sekarang, di sebelah kananku bisa kau lihat kubah mesjid yang menjulang tinggi menyentuh bulan dan bintang. Karena sekarang aku sedang berada di lantai 2. (Dari dulu aku menginginkannya). Di depanku tampak kendaraan berseliweran melewati lahan pemakaman yang cukup luas. Kalau memandang ke bawah, kau akan melihat genteng rumah orang yang sudah tampak terkena korosi. Tak lupa bangunan politingkat juga terlihat dimana-mana. Tapi, tak ada yang cukup megah karena tempat kost Bang Fian termasuk daerah plosok yang jarang dikenali (unknown). Tapi, tetap saja menarik buatku.
Oh ya, aku ingin menceritakan tentang kereta api kemarin. Ini pengalaman pertamaku naik kereta api. Tut... tut… tut… Kau boleh bilang ini karto’ atau apa, tapi ini benar. Hei, karena aku seorang busphobia, aku sempat takut kalau kereta api juga jadi phobiaku. Tapi tidak, kawan! Aku bukan seorang trainphobia yang akan mabuk setiap kali naik kereta api. Aku bisa menguasainya! Huahaha… Aku tidak muntah! Sekarang kau harus tunduk pada rajamu! Huahahaha… Memang suasana di kereta api sangat jauh berbeda dengan suasana di bus. Belum lagi soal pedagang yang terus bolak-balik dari gerbong satu ke gerbong lain kemudian kembali lagi dan seterusnya. Sesaat terkadang mereka beristirahat sejenak dengan diam di suatu tempat karena lelah mengumandangkan dagangan yang mereka bawa. Setiap berhenti di stasiun selalu ada saja pedagang baru. Jadi, kemarin ada yang bilang, “yang jualan lebih banyak daripada yang beli”. Tapi, kereta api adalah kendaraan yang harus saya coba lagi.
Sekarang, aku kembali berharap pada lembaran lama yang baru beberapa hari lalu kututup. Walaupun masih ada yang kuharapkan dari dia, tapi mustahil. Aku tau dia sangat berlawanan denganku. Makanya, aku tidak mau lagi terlibat dengannya. Tapi, sekarang malah kembali menggumpal perasaan itu. Padahal aku masih ingin terfokus pada yang lain. Tapi, lupakan dia, Arema! (ndx bisa).
Arema : Horas!_Horas!
Dipermainkan
00:14 WIB
Sunday, June 13th ‘10th
Aku merasa dipermainkan malam ini. Dibodohi oleh orang bermulut dewa. Namanya Lamsar. Dia adalah orang yang sempat aku singgung di hari-hari sebelumnya. Dia mengirim SMS kepada Iwan (temanku/keponakannya) agar kami segera menjemputnya. Dia memakai alasan darurat sehingga membuatku merasa bersalah jika tidak menurutinya. Apalagi setelah dia kembali mengabari bahwa keretanya mogok, (entah benar atau tidak, karena dia mengirim SMS itu di HP iwan jadi aku tidak tau). Akhirnya kami berempat pergi ke tempatnya berada, karena kami terlalu takut untuk pergi berdua. Tempatnya cukup jauh, sekitar setengah jam kalu ditempuh dengan Fitar-X. Belum lagi soal jalannya yang sangat mulus. Apalagi dengan suasana gelap gulita.
Sesampainya disana, apa yang kulihat? Dia tampak berseri dengan pacarnya di sampingnya. Dia mengajari anggota remaja mesjid pacarnya untuk bermain nasyid. Memamerkan apa yang dia pelajari dari Bang Rizal (guru nasyid kami). Wajahnya tampak sumringah menyombongkan keahliannya. Sialan! Berita tentang kereta yang mogok itu ternyata hanya tipuan agar kami menemani Iwan untuk pergi ke sana. Iwanlah yang sebenarnya dibutuhkan disana. Karena dia lebih mahir bermain nasyid dibandingkan Bang Lamsar, apalgi aku. Jadi, ini semua soal kesombongan? Kami bertiga hanya dijadikan sebagai kacung yang tidak dipedulikan? Tapi aku khawatir Cuma aku yang merasakannya. Menyadari hal itu, aku jadi bertambah benci melihat mereka berdua. Sudah kukatakan, egois adalah kata yang cocok untuk mereka.
Dalam perjalanan, aku menceritakan segala yang aku rasakan tentang mereka kepada Teguh yang sedang kubonceng. Dia memang sepertinya masih terlalu anak-anak untuk menanggapi perkataanku, tapi dia sudah cukup dewasa untuk merasakan bagaimana sakitnya dipermainkan orang lain dan bagaimana malunya dibodohi oleh orang pintar. Ternyata dia juga sudah lama merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Pantas saja akhir-akhir ini Teguh jarang sekali bergabung dengan mereka yang punya tingkat egoisme tinggi. Aku juga jadi malas bergabung dan terlalu akrab dengan mereka lagi. Tapi ada dua alasan yang membuatku sulit melakukannya.
Yang pertama, bagaimana mungkin aku yang tidak lain adalah ketua Perisai bisa jauh-jauh dengan mereka yang merupakan Pembina dan wakilku? Yang kedua, mereka adalah satu-satunya temanku di kampong. Jika aku tidak berteman akrab dengan mereka, siapa lagi yang bisa menggantikan? Aku juga tidak mau jadi orang antisosial lagi. Tapi, aku juga tidak mau dipermainkan terus. Lalu, aku harus bagaimana…??
Arema : Tak_kuase_aku….
Soccer
23:39 WIB
Friday, June 11th ‘10th
Tau apa yang baru hari ini? Malam ini aku nekad menonton pertandingan sepakbola di televisi. Aku hanya penasaran saja dengan topik hangat yang sepertinya cukup menggemparkan seluruh isi dunia itu. Ya, Fifa World Cup 2010 yang diadakan di Afrika Selatan. Malam ini adalah pembukaan sekaligus pertandingan pertama antara tuan rumah sendiri, Afrika Selatan melawan Mexico. Hasil pertandingannya mengecewakan menurutku. (baru sekali menonton sudah berani komentar). Karena, aku menunggu lama hanya untuk skor seri? Aku bahkan rela menahan kantuk dan berpura-pura menyukai sepakbola dihadapan para soccer mania. Ya, aku tidak menonton sendirian, juga bukan di rumahku sendiri. Aku menonton di rumah teman bersama para pemain Bulu Tangkis. Malam ini adalah saatnya mereka latihan. Entah untuk menghadapi apa, aku tak tau.
Tadi benar-benar heboh. Kesunyian seketika memecah ketika bola berada di depan gawang. Bukan hanya ketika bola masuk (gol), bahkan ketika bola meleset atau nyaris memasuki gawang pun, suara-suara menggelegar itu terdengar jelas. (mungkin sampai radius +300 m masih terdengar). Dan rasa kantuk yang tadinya menyergap karena hanya melihat bola yang ditendang kesana-kemari, digiring ke kanan dan ke kiri pun lenyap sesaat setelah mendengar suara-suara itu. Setelah teriakan, pasti selalu ada yang berkomentar. Oh, jadi beginilah cara laki-laki menggunjing. Aku heran, terkadang mereka sadar bahwa komentar mereka tidak ada gunanya, mereka juga sadar bahwa bermain sepakbola itu sulit dan belum tentu mereka bisa melakukan apa yang mereka komentarkan, tapi kenapa mereka tetap melebarkan mulut untuk mengomentari pemain yang bersangkutan? Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa bagian itulah yang menarik, bahkan untuk orang yang tak mengenal istilah offside seperti aku.
Arema : Besok_nonton_bola_lagi_gak_ya?
Sial
03:10 WIB
Thursday, June 9th ‘10th
Owh... Ini benar-benar gila! Jam segini baru pulang dari warnet. Satu-satunya alasan yang menyebabkan semua ini adalah monster yang kusebut SIAL. Berangkat kurang lebih pukul 17:30. Awalnya tak ada masalah, tapi akhirnya aku ikut pergi saja sudah menjadi masalah. Aku menemani Bang Shu untuk mengerjakan makalahnya. Akibat dari konsletnya listrik di warnet, menyebabkan data yang sudah susah payah dikerjakan oleh Bang Shu selama begitu lama jadi terhapus. Akhirnya, dia mengerjakannya ulang dengan sedikit bantuanku. Kesalahan yang sama terjadi untuk kedua kalinya. Datanya kembali terhapus, namun untung sudah ada yang tersimpan sehingga tidak perlu mengulang dari awal. Tapi tetap saja menyebalkan dan membosankan. Waktu ingin pulang, sial lagi-lagi mencegat kami. Sepeda motor Bang Shu rusak di bagian busi. Akhirnya, aku menunggu sampai sepedamotor itu diperbaiki. Begitu selesai, kami langsung pulang dengan terburu-buru sampai-sampai celanaku basah terkena cipratan air. Ya, malam ini gerimis dan udaranya begitu dingin menusuk. Sudah begitu, uang habis Rp 9.000,- karena dipakai untuk main di warnet. Dan parahnya, perut terus terasa lapar sampai rumah, yang ternyata tidak tersedia makanan secuil pun. Oh.. malangnya nasibku. Tidur dengan perut kosong…
Sebenarnya banyak yang ingin kuceritakan, tapi aku terlalu lelah untuk itu. Aku mau istirahat dulu…
Arema : Sial,_sial,_sial,_SIIIAAAAAAALL….!!!!
Pertemanan
23:36 WIB
Tuesday, June 8th ‘10th
Sekitar satu jam yang lalu, pengajian berakhir. Dan tau apa yang kupikirkan? Aku mulai tidak menyukai hubungan pertemananku dengan beberapa orang dari PERISAI (nama remaja islam kami). Aku merasa, dimanfaatkan adalah kata yang cocok untuk nasibku selama ini. Bahkan sepertinya pengangkatanku sebagai ketua Perisai adalah salah satu bentuk pemanfaatan itu. Mereka terlalu egois dan mau menang sendiri. Bertingkah seperti anak-anak padahal mereka yang paling dituakan disana. Memerintah orang untuk mendengarkan mereka tetapi tidak pernah mendengarkan orang lain dengan serius. Mungkin, kalau bukan karena aku menyandang kata humoris untuk karakteristikku, aku pasti tidak akan bertahan menghadapi mereka. Sampai saat ini, senyum adalah hadiah yang selalu aku suguhkan kepada mereka. Tertawa adalah cara termanis untuk menghadapi kelakuan mereka yang terkadang menyebalkan. Tapi, kalau terus begini mungkin aku tidak bisa lagi menahan rasa kesal, jengkel, bahkan sakit hati. Hanya masalah waktu sampai bijuu (monster tersegel dalam film Naruto) dalam tubuhku keluar. Kalau dia keluar, aku berani bertaruh akan ada yang ketakutan dan sudah jelas akan terjadi perubahan besar.
Kumohon, aku butuh pertemanan seperti yang kudapatkan ketika duduk di bangku MA bersama para pemilik rasa kebersamaan di XII IPA 1. Rasanya, langka sekali pertemanan seperti itu, apalagi di kampong “sebagus” Binjai Manis ini. Belum pernah kulihat atau kudengar sahabat/teman yang menuntun rekannya ke jalan yang baik disini. Kedua bentuk pertemanan itu sangat bertolakbelakang. Persamaannya hanya ada pada kata pertemanan itu sendiri. Semoga di bangku kuliah nanti, aku akan mendapatkan hubungan pertemanan seperti yang aku harapkan.
Arema : Ukh…_capek!_Kerja_sampe_jam_tengah_empat…
Pekerjaan
08:37 WIB
Tuesday, June 8th ‘10th
Good morning, everybody! Maaf kalau dalam keadaan bau aku sudah mulai menulis. Tapi, jangan suruh aku mandi, ya!
Wah, kalau bicara soal pekerjaan aku jadi kurang bersemangat. Gaji yang tak menentulah penyebabnya. Kemarin cuma dapat gaji Rp 6.000,-. (Hah! Makan apa anak dan istriku?). Mungkin begitu kalau aku sudah berumahtangga. Tapi serius, uang enam ribu itu bahkan tidak cukup untuk uang bensin Fitar-X yang sudah sepuluh ribu sendiri. Lalu, untuk apa aku bekerja kalau cuma bisa menghidupi Fitar-X-ku saja? Pagi ini hujan. Entah kerja atau tidak. Karena biasanya aku berangkat pukul sembilan. Tapi, sekarang saja aku belum mandi. (Ish, jorok banget sih!). Ah, aku berharap sekali bisa mendapatkan new job dengan salary yang lebih menjanjikan. (Aku pengennya sih jadi guru gitu.). Eh, tapi jangan salah! Guru itu bukan cita-citaku lho. Karena bagiku, cita-cita adalah sesuatu yang cuma bisa dilakukan oleh orang dengan keahlian khusus, seperti arsitek misalnya. (promosi cita-cita nih ceritanya?). Tapi kalu guru, semua orang juga bisa melakukannya. Karena orang yang mengajarkan bagaimana cara bicara, makan, dan berjalan juga bisa disebut guru. Begitu menurutku. Tapi kalau arsitek, hanya orang dengan keahlian menggambar dan bisa memprediksikan secara tepatlah yang bisa melakukannya. Bukan begitu?
Arema : Kerja_enggak_ya…?
Les
23:29 WIB
Sunday, June 6th ‘10th
Hari ini adalah hari pertama les-ku dibuka. Walaupun tidak berjalan seperti yang aku harapkan, itu juga tidak bisa dibilang buruk. Barulah sekarang aku rasakan susahnya menjadi guru. Bukan soal materi yang diajarkan, ini lebih pada usaha untuk membuat murid-murid tertarik dan tidak jenuh. Dan aku belum dapatkan poin penting itu. Tapi aku rasa cuma masalah waktu sampai aku bisa menguasainya.
Kau tau? Tadi siang Elfa meneleponku. Padahal aku paling tidak suka ditelepon pada saat dimana suasana sedang sepi. Bukan, bukan karena aku tidak benar-benar mencintainya. Aku cuma bingung harus membicarakan apa jika kami saling menelepon. Bahkan acap kali kami tiba-tiba diam tanpa kata karena kehabisan vocab saat menelepon. Tapi, kenapa dia masih suka meneleponku? Aku sendiri tidak pernah meneleponnya setelah kami jadian beberapa bulan lalu. Mungkin karena dia sungguh-sungguh menaruh cintanya padaku. Aku jadi merasa berdosa karena terlalu sering acuh padanya. Tapi, seberapa takut aku menyakitinya, tidak sebanding dengan takutnya aku jika diriku yang sebenarnya adalah diri yang paling tidak kuinginkan datang dalam kehidupanku. Ini masalah yang jauh lebih rumit dari Matematika yang kuajarkan pada murid-murid les-ku tadi. Semoga saja semua berakhir seperti yang aku harapkan. Walaupun aku belum berharap semua ini berakhir. Dan semoga les minggu depan jauh lebih menyenangkan daripada apa yang kusebut lancer.
Arema : Wooahh…_Ngantuk!!!
Kurang Profesional
21:58 WIB
Saturday, June 5th ‘10th
Sial! Beginilah nasib sales yang kurang professional. Kesalahan akan membuat gaji terancam. Kekurangtelitian dalam menerima uang hasil penjualan membuatku harus kembali ke tempat dimana aku menerimanya. Tapi sepertinya itu tempat yang salah. Bukan di tempat itu kesalahan itu terjadi. Aku tidak ingat. Untung saja bosku (pamanku) cukup baik orangnya. Gajiku yang seharusnya dipotong malah dibayar penuh. Alhamdulillah, pikirku. Sungguh, aku tidak menyangka akan kehilangan tongkat dua kali. Kemarin juga begitu. Hanya saja, dewa keberuntungan masih bersamaku kemarin. Uang itu kembali begitu aku menemukan tempat dimana aku melakukan kesalahan. Tapi tidak untuk hari ini.
Oh ya, ngomong-ngomong sebenarnya kisah-kisahku ini awalnya kutulis di buku agendaku yan bernama “Barn”. Kisahku lebih lengkap di sana. Tapi entah kenapa aku jadi ingin berbagi kisah dengan orang lain lewat internet. (Namanya Barn? Kenapa?). Aku akan memasukkan inisial “ar” dari namaku ke setiap benda yang kuberi nama. Seperti sepeda motorku, Fitar-X dan handphone-ku, Alexar. Huruf B dan N aku ambil dari kata Note Book yang ada ditubuh Barn. Aku piker dia menyukainya. (Gila!) biar saja, semua orang punya kreasi!
Elfa (pacarku) kembali mengirim SMS padaku, dan aku membalasnya dengan sedikit modifikasi kata-kata. Dan dia bilang aku jadi lebih romantis. Benarkah? Entahlah! Entah sampai kapan aku mau menahannya. Tapi, nanti saja memikirkannya. Aku masih terlalu sibuk memikirkan hari pertama les-ku yang akan dibuka besok. Semoga saja banyak peminatnya. Do’akan saja ya…
Arema : Besok_gimana_ya…?
Subscribe to:
Posts (Atom)